Bicara Melayu tidak bisa serta-merta hanya sebatas teritori satu-dua negara, atau bahkan satu-dua provinsi di suatu negara untuk saat ini. Melayu itu adalah suatu bangsa yang menghasilkan peradaban khas Melayu. Mereka berbahasa Melayu dengan beragam aksen yang berbeda, mereka awalnya menghuni rumah-rumah panggung, mereka memiliki tradisi maupun nilai-nilai ke-Melayu-an, mereka multi etnis, dan sejak lama mereka multi religi, sehingga mereka sangat menjunjung dan terbiasa dengan perbedaan.
Pada abad ke-7 M I’tsing seorang pengelana asal China, menulis dalam kronik/catatan perjalanannya ketika ke India. Sebelum sampai ke India dia singgah dulu di Mo-lo-yu, di tepian sungai Batanghari (Jambi), kemudian baru melanjutkan pelayarannya menuju India. Sewaktu pulang ke China I’tsing kembali singgah di Nusantara, ternyata Mo-lo-yu telah berada dalam hegemoni Sriwijaya. Sriwijaya berjaya berkuasa hampir meliputi Asia Tenggara lebih-kurang tujuh abad lamanya, sehingga peradaban Melayu menyebar ke beberapa kawasan Asia Tengara.
Setelah Sriwijaya runtuh, di Dhamasraya muncul Kerajaan Melayu (baru) melanjutkan kejayaan bangsa Melayu, disambung oleh Majapahit. Dari situ dapat dipetakan rentang panjang peradaban Melayu: 1). Melayu Kuno (Mo-lo-yu, di Jambi); 2). Kerajaan/Kedatuan Sriwijaya; 3). Kerajaan Melayu Dhamasraya, sebelum kemudian masuk pengaruh kesultanan-kesultanan Islam, juga cenderung menghegemoni pula kawasan Melayu umumnya. Berdasar pemetaan tadi, jelas tidak mungkin klaim mempersempit Dunia Melayu itu Dunia Islam, karena sejak Sriwijaya multi religi (animisme, Budha, dan Hindu) telah hidup berdampingan dalam masyarakat Melayu. Justru Bhumi Melayu identik dengan Bhumi Sriwijaya.
![](https://i.ytimg.com/vi/7gMXL4W1tAg/maxresdefault.jpg)