Sejarah pendudukan Belanda di Nusa Tenggara Barat telah dimulai pada abad ke tujuh belas. Keterlibatan Belanda di masa kerajaan dan kedatuan berakhir dengan perang Cakranegara pada 25 Agustus 1894 yang menewaskan 500 orang tentara Belanda. Perang ini tercatat sebagai perang terdahsyat dalam pendudukan Belanda di Nusantara selain perang Aceh. Perlawanan masyarakat Nusa Tenggara Barat dimulai sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 hingga perlawanan terhadap penjajahan Nica dan Jepang dalam mempertahankan kemerdekaan. Penggalan penggalan peristiwa perlawanan ini terjadi di seluruh Nusa Tenggara Barat. Mulai dari Ampenan sampai Sape atas nama wilayah masing masing sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan.
Dalam nukilan literature sejarah populer Nusa Tenggara Barat, perlawanan rakyat melawan pengaruh dan kekuasaan Belanda di masa kerajaan kedatuan dan kesultanan, dipicu oleh penindasan. Mulai dari pajak yang memberatkan sampai penguasaan sumberdaya alam dan bahan makanan pokok seperti beras di masa pendudukan Jepang. Beberapa peristiwa itu yang dikenal oleh masyarakat adalah perang Sapugara pada 1906 sampai 1908 di Sumbawa di masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaludinsyah III. Perlawanan ini dipimpin La Unru Sinrang. Kemudian, Perang Ngali pada 1908 di masa Sultan Ibrahim, Guru Dane pada 1917 atau kisah perlawanan Lalu Badri dan peristiwa pembebasan 120 tahanan Belanda pada 1897 dan tokoh tokoh perlawanan lainnya. Sekelumit peristiwa yang terjadi di berbagai belahan Lombok adalah dinamika untuk membebaskan diri dari penjajahan seperti terjadi di Ampenan, Rembiga, Sesela, Lembar dan tempat tempat lain di NTB. Di masa mempertahankan kemerdekaan, peristiwa yang dikenal masyarakat diantaranya perjuangan Laskar Banteng Hitam di Lombok Timur, perlawanan rakyat Lombok Tengah, Amuk Sesela dan Rembiga dan tempat lain di NTB begitupula dengan ketokohan Sultan Kaharudin, Laksamana Manambai hingga TGH Zainudin Abdul Majid adalah perlawanan yang mengiringi perjalanan sejarah Nusa Tenggara Barat. Adapun para pejuang perang revolusi, negara menghadiahkan penghargaan bintang tanda jasa sebagai pejuang veteran Republik Indonesia.
Jumhur Hakim adalah satu dari empat tokoh perlawanan NICA di Lombok Timur. Penyerangan markas NICA yang terjadi pada 7 juni 1946 tersebut juga dipelopori oleh lasykar-lasykar pejuang dari Tebaban, Dasan Borok, Suralaga, Anjani, dibawah pimpinan Sayid Salim, Amaq Arisah, Muh. Syah dan Maidin mengadakan penyerangan dari sektor utara. Laskar dari Pringgesela, Lendangnangka, Kumbung dan Danger serta Kalijaga dan Lenek mengadakan konsentrasi di Danger untuk kemudian bergerak ke Selong dari sektor Utara.
Dalam pertempuran tak seimbang antara senjata api dan senjata tradisional golok, klewang dan jungkat, melawan peluru yang dilepaskan secara membabi buta menggugurkan tiga tokoh lainnya selain Jumhur Hakim, pimpinan Laskar Banteng Hitam Pringgasela. Dalam penyerangan tersebut terdapat pula nama HL Muhammad Mahdali atau H L Alifaturrahman, koordinator Badan Keamanan Rakyat (BKR) Lombok Barat dan nama nama lain yang ikut dalam penyerangan. #hutri77 #ntb #veteran #indonesia #lomboksumbawa
Ещё видео!