Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) yang diajukan 29 Anak Buah Kapal (ABK), Kamis (4/8) di ruang sidang pleno MK.
“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam putusan perkara Nomor 6/PUU-XIII/2015 tersebut, Mahkamah menyatakan gugatan para Pemohon yang berkeberatan dengan ketentuan wajib miliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah menilai ketentuan tersebut tidak menyebabkan dualisme penanggung jawab penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Untuk diketahui, para Pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) huruf f dan Pasal 28 UU PPTKLN. Kedua pasal tersebut mengatur syarat penempatan TKI di luar negeri. Antara lain, tiap TKI yang ditempatkan wajib memiliki KTKLN. Sementara Pasal 28 UU PPTKILN memerintahkan penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Penjelasan Pasal 28 UU PPTKILN menyebutkan pelaut sebagai salah satu pekerjaan atau jabatan dimaksud dalam pasal a quo.
Terhadap TKI yang bekerja pada sektor perikanan sebagai pelaut atau ABK, terdapat dua kementerian yang berwenang dalam pengaturan penempatan dan perlindungan dengan persyaratan yang berbeda. Dua kementerian dimaksud yaitu, BNP2TKI dan Kementerian Perhubungan. Inilah yang dimaksud dualisme oleh para Pemohon. Sebab, dua kementerian tersebut sama-sama mengatur mengenai tata cara perizinan, penempatan, dan perlindungan tenaga kerja Indonesia.
Bila dikaitkan dengan Pasal 26 huruf f UU PPTKILN, para Pemohon beranggapan ketentuan wajib miliki KTKLN menimbulkan ketidakpastian hukum yang notabene harus dimiliki tiap warga negara. Ketidakpastian hukum ini semakin terlihat saat para ABK mengalami perselisihan dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) akibat syarat yang berbeda dari dua kementerian dimaksud.“Artinya, terhadap pelaut yang bekerja tanpa memenuhi syarat yang ditentukan perundang-undang in casu KTKLN sama sekali tidak mendapat perlindungan, sehingga dalil para Pemohon yang menyatakan tidak ada jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum walaupun telah memiliki KTKLN tidak beralasan menurut hukum,” lanjut Aswanto.
Sementara, terkait dalil Pemohon yang menyatakan ketentuanwajib KTKLN menimbulkan banyak keluhan dan membebani TKI, Mahkamah berpendapat hal tersebut bukan disebabkan inkonstitusionlitas norma, melainkan persoalan implementasi norma. (Yusti Nurul Agustin/lul)
Ещё видео!