Mari kita flash back ke tahun 1919 tatkala daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung masih terlihat asri dan belum menyempit seperti sekarang ini akibat ulah manusia.
Hulu sungai ciliwung berada di dataran tinggi, Gunung Gede-Pangrango dan daerah puncak, lalu melintasi bagian timur kota bogor, kabupaten bogor, depok lalu masuk ke Jakarta (Dulu : Batavia). Jalur aslinya mengalir melalui daerah Cikini, Gondangdia, hingga Gambir, namun setelah Pintu Air Istiqlal jalur lama tidak ditemukan lagi karena telah dibuat kanal-kanal semenjak zaman Belanda dulu, seperti kanal di sisi barat Jalan Gunung Sahari dan Kanal Molenvliet di antara Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk. Di Manggarai, dibuat Kanal Banjir Barat yang mengarah ke barat, lalu membelok ke utara melewati Tanah Abang, Tomang, Jembatan Lima, hingga ke Pluit.
Seperti yang terlihat di video, Pada tahun 1919 denyut kehidupan manusia begitu terasa di sepanjang aliran sungai, mulai dari pemanfaatan sebagai transportasi bambu dari hulu untuk di jual di hilir, aktivitas mandi, cuci dan kakus, dan lain sebagainya.
Ciliwung saat itu masih menjadi suatu keindahan yang dapat dinikmati banyak orang, bukan sebuah tempat pembuangan sampah yang sering kita jumpai saat ini.
Jangan salahkan alam ketika banjir menerjang , Salahkanlah kita yang tak mampu merawat sungai dengan sayang.
sumber : eyefilm
#jakarta
#tempodulu
#sungai
Ещё видео!