MAX HAVELAAR (1976) - FILM PENJAJAHAN BELANDA DI INDONESIA YANG DILARANG TAYANG tahun 1976
Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) yang diterapkan oleh Belanda kepada kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten sejak tahun 1830. Havelaar (diperankan Peter Faber) dilukiskan sebagai tokoh idealis yang sangat mencintai isteri dan anaknya. Dia diangkat sebagai asisten residen Lebak. Dia ternyata tidak hanya berhadapan dengan Belanda tetapi juga dengan penguasa lokal, yaitu Bupati Lebak (diperankan Elang Ademan Soesilaningrat) yang menggunakan kekuasaan untuk memeras rakyat. Havelaar juga dia bertemu dengan 2 orang anak pribumi Saidjah dan Adinda (diperankan Neni dan Zulaeni) yang pada akhirnya mengalami nasib tragis. Havelaar kemudian ia dipecat dan kembali ke Belanda.
SEJARAH FILM MAX HAVELAAR :
Film Max Havelaar diadaptasi dari sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda : Edward Douwes Dekker) pada tahun 1976 yang disutradarai oleh Fons Rademakers, ditujukan sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Film ini melibatkan beberapa aktris Indonesia seperti misalnya Rima Melati. Film ini relatif tidak populer di Indonesia, bahkan sempat dilarang oleh pemerintah Orde Baru beredar setelah beberapa saat diputar di gedung bioskop.
Film Max Havelaar tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama sepuluh tahun sebelum beredar dan sewaktu awal pembuatannya sudah menimbulkan kericuhan. DA Peransi yang pada awalnya menjadi ko-sutradara menarik diri karena perbedaan prinsip mengenai cara penanganan kisah, sehingga penyelesaian film ini memakan waktu tiga tahun. Film tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.
Novel Max Havelaar ditulis oleh Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda : Edward Douwes Dekker) hanya dalam tempo sebulan pada tahun 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada 1860, roman itu terbit untuk pertama kalinya. Novel tersebut kemudian terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda"). HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang. Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.
Novel Max Havelaar kemudian mendapatkan kritikan dari Rob Nieuwenhuys dalam bukunya yang berjudul De mythe van Lebak (Mitos dari Lebak) yang diterbitkan pada tahun 1987.
![](https://i.ytimg.com/vi/aHNjclh2gFI/mqdefault.jpg)