Dua belas tahun yang lalu
Sebelum puisi ini tercipta
Kita adalah sepasang anak kecil yang masih belia
Takan ada yang pernah menyadari;
Bahwa dua belas tahun yang lalu
Adalah awal atas semua ini
Dua belas tahun lalu
Bersama peristiwa ditahun-tahun sebelumnya
Menjadikan kita seorang yang penakut
Untuk kembali mengingatnya dan tak ingin mengulanginya
Untuk yang terakhir kali
Disaat kita telah lelah untuk merenung
Dua belas tahun berlalu
Kisah kita selalu dirundung benalu
Memaksa kita untuk saling berjauhan
Untuk belajar tentang pencarian dan kesetiaan; jiwa yang kita miliki
Yang menunggu kehadirab kita berdua
Pada siksaan oleh rindu
Tragedi itu membuktikan terhadap diri kita
Bahwa seorang pun takan mampu menghalangi pertemuan ini
Di hadapan Tuhan dan tubuh kita berdua
Yang telah layu,
Menanti diantara kita untuk membasahi rasa oleh hujan rindu yang selama ini kita kerap pandai untuk membendungnya
Pada langit mata kita
(Lekas sadarkan matamu
(Bahwa selama ini
(Ternyata kita berdua
(Kerap menyembunyikan rindu
(Lekas sadarkan matamu
(Bahwa mereka tak mampu
(Untuk menahan lagi
(Rindu yang kini meluap sebagai air mata
Hari ini, seperti ditahun silam
Disaat aku mulai mencandu tubuhmu
Aku selalu ingin tetap menyalakan lilin itu tepat di sampingmu
Yang menginginkan aku sebagai sahabat abadi untuk mu
Hari ini, seperti waktu yang kita ingat
Aku menantimu disaat semua orang mulai berhenti menunggumu
Aku menunggumu disaat semua orang mulai bosan dengan kehadiranmu
Di sini
Pada hari yang memiliki kemiripan oleh kemauan rindu
(Sadarkanlah dirimu
(Kau telah terlalu jauh
(Untuk terbangun dari pertanyaan
(Untuk apakah diriku
(Sadarkanlah dirimu
(Bahwa akulah yang kau tunggu
(Sadarkanlah dirimu
(Aku adalah ruang untuk kehadiranmu
Secarik kertas saja takan mampu menahan beban aksara ini
Mereka membutuhkan kita berdua untuk bersama menyanyikan puisi ini
Dihadapan bunga yang tak lagi menggaris cakrawala dunia yang sementara ini
Seperti selarik puisi joko pinurbo
"Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma"
Namun, itu takan kuucapkan kedua kalinya
Sebab lawan kita sekarang adalah
Barisan keraguan yang bertahta dan terlanjur tua ditubuh kita berdua
Adakah hal lain yang lebih sedih dari ini?
Selain nirvana yang selalu kita ciptakan
Tentang masa depan yang ingin kita lalui
Kita selalu membuka dimensi itu
Selalu dan tak pernah bosan kita menghiasinya
Seolah-olah kau dan aku telah hidup bersama dan kuasa orang lain dikalahkan oleh
Sepasang anak yang kau kandung pada rahimmu
(Ceritakan mimpimu
(Dua belas tahun yang lalu
(Pada sepasang anak kita
(Di dalam rahimmu yang gulita
(Ceritakan mimpimu
(Dua belas tahun yang lalu
(Di hadapan anak kita
(Yang sedang mencari dewasa
(Ceritakan mimpimu
(Dua belas tahun yang lalu
(Ketika diantara kita menanti datangnya ajal
(Yang membuat tawa mereka menjadi air mata
Hari ini, seperti hari disaat kita lupa bahwa membangun kebahagiaan ini sangatlah susah dan membutuhkan
Perjuangan sekelas revolusi
Aku sedang gemetar menahan lapar dan kantuk merangkai puisi ini.
Puisi ini adalah bahasaku padamu
Dan orang lain yang menjadi benalu
Bahwa di balik nada yang berintonasi
Kita masih tetap berbahagia dengan cara kita sendiri
Dengan warna kita berdua
Pada garis kehidupan
Baca, dengar, lalu renungkan
Kita ternyata adalah takdir
(Biarkanlah maut
(Yang menjadi pemisah
(Ketika kita sedang
(Demam karena rayuan cinta
(Biarkanlah maut
(Yang menjadi pemisah
(Jangan ijinkan mereka
(Sebagai perampas yang kejam
(Biarkanlah maut
(Yang menjadi pemisah
(Do'a kan ini ke Tuhan
(Agar Ia lekas mengabulkan
(Biarkanlah maut
(Yang menjadi pemisah
(Ketika Tuhan mulai
(Bangga oleh kita berdua
Kita telah menata rapih akhir, dan
Awal tengah menunggu kita
Untuk menyusun cara
Agar genggamanmu takan lepas dari genggaman tanganku lagi
Menuju akhir ke pangkuan Tuhan
Tanpa melihat malaikat yang mengikuti kita selalu
Dari dua belas tahun yang lalu hingga semuanya lenyap
Oleh kematian
Kita sadar di atas sadar
Bahwa ini tercipta untuk kita berdua
Sebagai penanda untuk Alam
Bahwa kita selalu kalah oleh rindu
Dan berjuang mati-matian untuk hanya bertemu
Kau dan aku tanpa disadari
Rindu telah merasuk pada tubuh kita sebagai timah panas
Yang membuat lubang pada hatimu
Ingatkah puisiku tentang lubang pada hatimu?
(Jangan lagi takut
(Jika memang semuanya sirna
(Jangan lagi takut
(Jika semuanya berakhir
(Karena aku mampu
(Menyediakan ruang untukmu
(Disaat kau terjatuh
(Pada tangisan yang kelabuh
(Jangan lagi takut
(Kau telah lebih tahu
(Bahwa aku selalu
(Ada di sini untukmu
Seperti alam pada matamu
Dengan sungai berderus deras
Membawa kisah kita ke lautan
Lalu mengudara pada lindung awan
Yang setia membendung hujan
Untuk membasahi anak yang kita impikan
Ketika mereka telah tumbuh sebagai tunas bangsa
Di tanah air, di mana kita tengah bertahan untuk tidak saling terpisah
Semuanya hanya untuk kita berdua
Dan sepasang anak yang kita impikan
Yang kelak
-comment
![](https://s2.save4k.ru/pic/bcgGSlvnKAQ/maxresdefault.jpg)