Salah satu suku bangsa di Indonesia ini yang terbesar adalah Batak dengan enam sub etnisnya yang terdiri dari; Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing dan Angkola. Bangso Batak demikian kerap disebutkan adalah rumpun sub suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara, dan Kawasan Danau Toba. Namun sering sekali orang menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba saja. Dan, segelintir tak suka disebut Batak. Sebagian Karo misalnya menyebut mereka suku berbeda, memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Orang Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak, yaitu Kalak Teba.
Mengapa demikian, banyak sub etnis Batak tak suku menyebut diri Batak?
Sebagian pendapat, menyebut, karena orang Toba dianggap agresif dan selalu mendominasi. Misalnya, menyebut Toba asal muasal seluruh suku-suku Batak, dan Sianjurmula-mula titik nol peradaban Batak. Padahal kalau ditelusi dari tarombo, orang Batak versi Toba itu belum seribu tahun. Tetapi tak sedikit pendapat menyebut sub etnis Batak itu bukan dari satu suku Toba saja. Masing-masing disebut otonom dan berbeda nenek moyangnya.
Tentu untuk merengangkan urat-urat yang tegang, mari kita meningat temuan bahwa Gunung Toba yang pernah meletus tiga kali dan letusan terakhir 74.000 tahun lalu yang memusnahkan hampir semua manusia dan kalderanya menjadi Danau Toba. Dipastikan di masa itu seluruh mahkluk hidup di Kawasan itu kemungkinan besar musnah.
Pasca valkano Toba itu kembali terjadi satu masa, zaman es. Konon katanya disana terjadi migrasi besar-besaran manusia dari Afrika ke Sundaland. Mereka bermigrasi menyusuri pesisir pantai melalui India Selatan sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Stephen Oppenheimer dari Oxford University, Inggris, yang dikenal menulis buku “Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” yang terbit tahun 1999. Sesudahnya, tahun 1997 Prof Arysio Santos seorang geolog dan fisikawan nuklir Brazil menulis buku “Atlantis The Lost Continent Finally Found” intinya menyebut bahwa Indonesia adalah tempat lahirnya peradaban dunia.
Sementara Oppenheimer dalam buku menyebut, penulisan buku setelah memimpin proyek besar yang dipercayakan Human Genome Organizatioan (HUGO) melakukan pemetaan DNA manusia sedunia, yang dilanjutkan 90 orang lebih ilmuwan Asia dari konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan HUGO memetakan jalur migrasi manusia ini sebagai satu-satunya jalur migrasi ke Sundaland atau Kawasan Sunda, sebutan suatu wilayah biogeografis di Asia Tenggara yang juga mengacu kepada sebuah daratan yang lebih luas yang pernah ada selama 2,6 juta tahun ketika permukaan air laut lebih rendah. Wilayahnya mencakup Asia Tenggara di daratan Kepulauan Melayu seperti Semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Kemudian, ada gelombang migrasi dari Afrika yang terjadi ini sebagian melewati Sundaland hingga sampai ke Papua dan Australia, yang sekarang disebut Aborigin di Australia. Migrasi dari Afrika ini sesuai dengan teori Out of Africa yang terkenal itu. Tentu migrasi ini juga terkait dengan asal usul nenek moyang Batak.
Adalah Edward Simanungkalit menyebut dirinya pemerhati sejarah alternatif peradaban berkata, bahwa sekarang sudah terbukti bahwa “Si Raja Batak bukanlah leluhur tunggal Bangsa Batak, dan Si Raja Batak hanyalah ciptaan kolonial Belanda, yang tidak pernah ada di dalam sejarah, dalam rangka Bataknisasi non Melayu.” Sudah tentu ini pendapat Edward yang asalnya Toba, berbeda dari kebanyakan pendapat orang Toba.
Baginya, mempertahankan istilah Batak justru negatif, bahwa itu hanyalah rancangan kolonial Belanda untuk meleburkan Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing melalui silsilah Bangsa Batak. Lebih lanjut, Edward menyebut; Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing bukanlah keturunan Toba, karena akar genetiknya berbeda.
“Jadi, silsilah Bangsa Batak yang mengatakan, dan menggambarkan bahwa Toba yang menurunkan Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing hanyalah dongeng kolonial Belanda saja,” sebutnya dalam makalahnya bertajuk MEMBONGKAR DISAIN KOLONIAL LEWAT MITOS SI RAJA BATAK Sains vs Dongeng." Atas pendapat dan gagasannya itu SuaraTapian mewawancarainya.
#Batak #Sianjurmulamula #Sirajabatak
