Laporan Wartawan Tribun Jambi, Tommy Kurniawan
JAMBI, TRIBUN - Meski hujan turun lebih dari tiga jam, namun tak membuat Syopian (53) pantang semangat bersama istrinya untuk pergi ke kebun untuk memanen biji kopi robusta.
Dengan menggunakan sepeda motor bebek yang berusia lebih dari lima tahun, warga Desa Gedang, Jangkat Timur, Kabupaten Merangin ini masih lincah menggunakanya meski jalanya banyak tergenang air.
Sesampai dilahanya yang berjarak tiga kilometer dari rumahnya, raut wajah Syopian tanpak tak begitu menggembirakan. Matanya yang cukup tajam melihat setiap batang pohon yang kini belum begitu banyak buah yang siap dipetik.
"Kalau musim hujan seperti ini harus teliti, kalau tidak dirawat dengan baik, maka biji cepat membusuk, daunya juga banyak yang layu," katanya sambil membuang buah kopi yang sudah menghitam.
Rumput hutan yang semakin meninggi membuat Syopian dan istrinya cukup kesulitan ketika melangkah dari batang pohon kopi ke batang lainya. "Sudah biaso seperti ini," senyum Syopian.
Sayang, Syopian bersama istrinya hanya mendapatkan setengah jangkat (tas untuk menampung biji kopi yang dipetik berbentuk ember kecil) dari luasan kebunya yang sekitar tiga hektar itu.
"Jadilah dapat segini, ini buahnya yang sudah siap diolah," kata Syopian sambil mengambil nafas cukup panjang, pasca pengambilan biji kopi.
Tak lama kemudian, Syopian bersama istrinya pun langsung pulang kerumah. Tak butuh waktu lama, ia pun langsung mengeluarkan biji kopi yang dipetiknya untuk segera diolah.
Beberapa metode pembuatan kopi kini dilakukanya, mulai dari cara natural, honey, wash dan semi wash. Namun sebelum itu dilakukan terlebih dahulu penyortiran (perambangan).
"Biji yang dipetik dipilih. Mana biji yang masih hijau kita singkirkan. Kita pilih yang berwarna merah. Kemudian masukan ke dalam air, setelah itu baru tampak mana biji yang mengambang dan tidak. Biji yang mengambang kita pisah lagi, dan kita pilih biji yang terendam kedalam air," tuturnya.
Selanjutnya, buah yang dipilih kemudian digiling untuk mengambil bijinya. Setelah itu barulah di jemur sekitar tiga minggu.
"Ketika usai dijemur kita gongseng, kemudian baru di giling hingga menjadi bubuk halus," jelas Syopian.
Metode ini nyatanya baru sekitar setahun diketahuinya, sejak yayasan SSS Pundi Sumatera memberikan pelatihan kepadanya dengan program Optimalisasi Pengelolaan Sunber Daya Alam Lestari (OPAL).
"Kalau sebelumnya, cara kita tak seperti ini. Kita masih mengelolanya dengan cara asalan. Jadi biji semuanya langsung digiling, tidak ada pemisahan seperti ini," katanya.
Ещё видео!