Asrul Sani lahir di Rao, suatu daerah di sebelah utara Sumatra Barat, tanggal 10 Juni 1926, meninggal di Jakarta, 11 Januari 2003. Asrul Sani termasuk salah seorang sastrawan pelopor Angkatan '45. Bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, ia dianggap sebagai trio pembaharu puisi Indonesia. Di samping dikenal sebagai penyair, ia juga dikenal sebagai penulis esai yang andal pada tahun 1950-an.
Tahun 1942 Asrul berkenalan dengan Pramoedya Ananta Toer dan bersama-sama menjadi anggota kelompok "Penggemar Sastra" di sekolah Taman Siswa. Setelah tamat SMP, Asrul masuk ke Sekolah Kedokteran Hewan, Bogor, dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (sekarang Institut Pertanian Bogor, IPB) hingga meraih gelar kesarjanaannya tahun 1955.
Chairil Anwar adalah nama yang selalu terkait erat dengan Asrul Sani. Mereka bersahabat. Keakraban mereka membuat mereka, secara tidak sadar, saling mempengaruhi. Pengaruh itu dapat dilihat dari puisi mereka yang berjudul "Cerita buat Dien Tamaela" (Chairil Anwar) dan "Mantera" (Asrul Sani). Sumber inspirasi mereka sama, yakni laut. Hanya bedanya, laut bagi Chairil Anwar merupakan "sesuatu yang romantis", sedangkan bagi Asrul Sani merupakan "suatu misteri".
Bersama Chairil Anwar, ditambah dengan Rivai Apin, ia menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir (1950). Judul Tiga Menguak Takdir ditafsirkan orang bermacam-macam. Ada yang menafsirkannya sebagai usaha mereka memberontak "Takdir" (Sutan Takdir Alisjahbana), tokoh Pujangga Baru yang dilambangkan sebagai satu tembok yang kokoh dan ada pula yang menafsirkannya sebagai usaha mereka untuk mencoba membuka, memahami, dan mengerti "takdir' (nasib) manusia. Setelah menerbitkan buku kumpulan puisi bersama yang dirancang selama satu setengah tahun itu, mereka bertiga mengeluarkan "Surat Kepercayaan Gelanggang". Gelanggang itu sendiri sebenarnya adalah ruang budaya dalam majalah Siasat yang mereka kelola. Melalui "Gelanggang" inilah, mereka banyak menyatakan ide, gagasan, dan cita-cita kepengarangan.
Meski lebih banyak menggeluti film, terutama pertengahan tahun 1950-an, Asrul Sani mempunyai peranan cukup penting di dalam peta kehidupan sastra di Indonesia. Prof. Dr. A. Teeuw mengatakan bahwa Asrul Sani adalah salah seorang yang terpenting dan menjadi harapan pada angkatan sesudah perang.
Karya-karya yang dihasilkannya, antara lain, Tiga Menguak Takdir (buku kumpulan puisi bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, 1950), Mantera (kumpulan puisi, 1975), Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, yang berisi, antara lain, cerpen "Museum" dan "Sahabat Saya Coriaz", 1972), Mahkamah (drama, 1988), dan esai-esai yang tersebar di berbagai media, antara lain berjudul "Catatan atas Kertas Merah Jambu" yang kemudian dikumpulkan dan diedit Ajip Rosidi dengan kata pengantar Taufik Abdullah. Selain itu, ia juga menulis ratusan karya terjemahan yang meliputi puisi, cerpen, novel, dan drama, serta puluhan naskah skenario film.
Surat dari Ibu
Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman,
boleh engkau datang padaku
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
Judul Puisi: Surat dari Ibu
Karya: Asrul Sani
Vokal: Wicahyanti Rejeki
Ilustrasi Musik: Rhosana Prade
video: [ Ссылка ]
Editor: Radja Restu Hardiyan
#suratdariibu #asrulsani #wicahyantirejeki #puisiibu #puisiasrulsani
![](https://i.ytimg.com/vi/uKA8FlChzdo/maxresdefault.jpg)