KILAS BALIK PAREPARE : ANDI MAKKASAU LAWAWO
Tokoh politik asal Parepare ini bernama lengkap Andi Makkasau Parenrengi Lawawo. Ia anak dari La Parenrengi Karaeng Tinggi Mae yang dalam usia terbilang muda (28 tahun) telah dinobatkan menjadi Datu Suppa. Beliau termasuk penguasa lokal yang pertama kali menyatakan kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada 12 September 1945, bendera merah putih dikibarkan di Lapangan Labukkang, Suppa. Andi Makkasau Parenrengi Lawawo juga ikut terlibat dalam pembuatan petisi raja-raja pada 15 Oktober 1945 di kediaman Andi Mappanyukki Gowa. Petisi yang juga dikenal sebagai deklarasi Jongayya itu menyatakan mendukung Indonesia merdeka. Kerajaan Suppa berwilayah di Kota Pare-Pare sekarang.
Andi Makkasau sejak kecil telah memperlihatkan jiwa-jiwa kepemimpinan, wataknya yang cerdas dan pemberani, bahkan ia dikeluarkan dari sekolah OSVIA (Opleding Scholl Voor Inlandsche Ambtenaren) karena alasan politik. Tidak hanya itu, aktivitasnya di bidang politik dan gerakan kepemudaan membuat Belanda geram. Bagaimana tidak, Sebelum menjadi Datu, Andi Makkasau telah mempelopori terbentuknya Partai Syarikat Islam (PSI) di Pare-Pare tahun 1927, oleh Andi Makkasau Pare-Pare dihidupkan sebagai kota yang penuh dengan geliat politik dan warna pergerakan. Tokoh-tokoh nasional seperti Buya Hamka, Sangaji, H. Agus Salim bahkan H.O.S Cokrominoto didatangkan untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyatnya. Bahkan oleh kebijakannya, didirikan panggung-panggung guna melatih kaum muda berorasi.
Akhirnya, hanya 12 tahun memerintah, ia diberhentikan sebagai Datu oleh Belanda. Ia dianggap membahayakan kedudukan penjajah di daerah Afdeling Pare-Pare dan sekitarnya. Paska pemecatan, Suppa mengalami kekosongan pemerintahan selama 2 tahun. Tidak ada seorangpun yang berani menggantikan kedudukan Andi Makkasau sebagai Datu. Baru pada tahun 1940, Andi Abdullah Bau Maseppe, kemenakan Andi Makkasau sendiri yang tampil menggantikan kedudukan itu.
Ketika pasukan Sekutu dan NICA datang, Andi Makkasau mengadakan Konferensi Pare-Pare, 1 Desember 1945. Konferensi ini menghasilkan petisi yang disampaikan kepada PBB yang isinya, “Menyokong DR. Ratulangi sebagai Gubernur Republik Indonesia untuk Sulawesi dan menolak kembalinya Belanda di Indonesia”. Itu pula yang ikut mendorong komandan pasukan Belanda di Netherlands memerintahkan Kapten Raymond Paul Pierre Westerling untuk melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan.
Serbuan Westerling ke Asuppo dihadang dengan gigih oleh pasukan Andi Makkasau. Namun, senjata yang terbatas dan personel yang kurang membuat laskar Andi Makkasau tidak bisa lama bertahan. Andi Makkasau tertangkap. Tapi, sekeluarnya dari penjara, ia kembali melawan. Westerling kembali dihadapinya –dan lagi-lagi Andi Makkasau tertangkap, lalu ditahan dan dipenjara di Sawitto Pinrang. Ia disiksa habis-habisan, dan akan dieksekusi. Dengan kaki dan tangan terikat dia dibawa ke Mara’bombang. Sang raja yang dijuluki La Tea Cau’ karena ketangguhanya akhirnya dibunuh tak jauh dari istananya, di depan mata rakyatnya. Ombak dan laut Mar’bombang menjadi saksi nyata perjuangan dan Andi Makkasau yang tak pernah berakhir.
Disadur dari Andi Makasau Menakar Harga 40.000 Jiwa #andimakkasau #kotaparepare #sulawesiselata #seratusnews
Ещё видео!